Suatu hari suami saya rapat dengan beberapa rekan bisnisnya yang
kebetulan mereka sudah mendekati usia 60 tahun dan dikaruniai beberapa
orang cucu. Di sela-sela pembicaraan serius tentang bisnis, para kakek
yang masih aktif itu sempat juga berbagi pengalaman tentang kehidupan
keluarga di masa senja usia. Suami saya yang kebetulan paling muda dan
masih mempunyai anak balita, mendapatkan pelajaran
yang sangat berharga,
dan untuk itu saya merasa berterima kasih kepada rekan-rekan bisnisnya
tersebut. Mengapa? Inilah kira-kira kisah mereka......
Salah satu dari mereka kebetulan akan ke Bali untuk urusan bisnis,
dan minta tolong diatur tiket kepulangannya melalui Surabaya karena akan
singgah ke rumah anaknya yang bekerja di sana . Di situlah awal
pembicaraan 'menyimpang' dimulai. Ia mengeluh, " Susah anak saya
ini,
masak sih untuk bertemu bapaknya saja sulitnya bukan main." "Kalau
saya
telepon dulu, pasti nanti dia akan berkata jangan datang sekarang karena
masih banyak urusan. Lebih baik datang saja tiba-tiba, yang penting saya
bisa lihat cucu."
Kemudian itu ditimpali oleh rekan yang lain. "Kalau Anda jarang
bertemu dengan anak karena beda kota , itu masih dapat dimengerti,"
katanya. "Anak saya yang tinggal satu kota saja, harus pakai
perjanjian
segala kalau ingin bertemu." "Saya dan istri kadang-kadang merasa
begitu
kesepian, karena kedua anak saya jarang berkunjung, paling-paling hanya
telepon."
Ada lagi yang berbagi kesedihannya, ketika ia dan istrinya
menengok anak laki-lakinya, yang istrinya baru melahirkan di salah satu
kota di Amerika. Ketika sampai dan baru saja memasuki rumah anaknya, sang
anak sudah bertanya, "Kapan Ayah dan Ibu kembali ke Indonesia ?"
"Bayangkan! Kami menempuh perjalanan hampir dua hari, belum sempat
istirahat sudah ditanya kapan pulang." Apa yang digambarkan suami saya
tentang mereka, adalah rasa kegetiran dan kesepian yang tengah melanda
mereka di hari tua.
Padahal mereka adalah para profesional yang begitu berhasil dalam
kariernya. Suami saya bertanya, "Apakah suatu saat kita juga akan
mengalami hidup seperti mereka?" Untuk menjawab itu, saya
sodorkan kepada
suami saya sebuah syair lagu berjudul Cat's In the Cradle karya Harry
Chapin. Beberapa cuplikan syair tersebut saya terjemahkan secara bebas ke
dalam bahasa Indonesia agar relevan untuk konteks Indonesia .
Serasa kemarin ketika anakku lahir dengan penuh berkah. Aku harus
siap untuknya, sehingga sibuk aku mencari nafkah sampai 'tak ingat kapan
pertama kali ia belajar melangkah. Pun kapan ia belajar bicara dan mulai
lucu bertingkah Namun aku tahu betul ia pernah berkata, "Aku akan menjadi
seperti Ayah kelak" "Ya betul aku ingin seperti Ayah kelak"
"Ayah, jam
berapa nanti pulang?" "Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya
waktu
bersama nanti, dan tentu saja kita akan mempunyai waktu indah bersama"
Ketika saat anakku ulang tahun yang kesepuluh; Ia berkata, "Terima kasih
atas hadiah bolanya Ayah, wah ... kita bisa main bola bersama. Ajari aku
bagaimana cara melempar bola" "Tentu saja 'Nak, tetapi jangan
sekarang,
Ayah banyak pekerjaan sekarang" Ia hanya berkata, "Oh ...." Ia
melangkah
pergi, tetapi senyumnya tidak hilang, seraya berkata, "Aku akan seperti
ayahku". "Ya, betul aku akan sepertinya" "Ayah, jam berapa
nanti pulang?"
"Aku tak tahu 'Nak, tetapi kita akan punya waktu bersama nanti, dan
tentu
saja kita akan mempunyai waktu indah bersama" Suatu saat anakku pulang ke
rumah dari kuliah; Begitu gagahnya ia, dan aku memanggilnya, "Nak, aku
bangga sekali denganmu, duduklah sebentar dengan Ayah" Dia menengok
sebentar sambil tersenyum, "Ayah, yang aku perlu sekarang adalah meminjam
mobil, mana kuncinya?" "Sampai bertemu nanti Ayah, aku ada janji
dengan
kawan" "Nak, jam berapa nanti pulang?" "Aku tak tahu
'Yah, tetapi kita
akan punya waktu bersama nanti dan tentu saja kita akan mempunyai waktu
indah
bersama" Aku sudah lama pensiun dan anakku sudah lama pergi dari
rumah; Suatu saat aku meneleponnya. "Aku ingin bertemu denganmu,
Nak" Ia
bilang, "Tentu saja aku senang bertemu Ayah, tetapi sekarang aku tidak ada
waktu. Ayah tahu, pekerjaanku begitu menyita waktu, dan anak-anak sekarang
sedang flu. Tetapi senang bisa berbicara dengan Ayah, betul aku senang
mendengar suara Ayah"
Ketika ia menutup teleponnya, aku sekarang menyadari; Dia tumbuh
besar persis seperti aku; Ya betul, ternyata anakku persis seperti aku.
Rupanya prinsip investasi berlaku pula pada
keluarga dan anak. Seorang investor yang berhasil mendapatkan
return yang tinggi, adalah yang selalu peduli dan menjaga apa yang
diinvestasikannya.
Saya sering melantunkan cuplikan syair tersebut dalam bahasa
aslinya,
"I'm gonna be like you, Dad, you know I'm gonna be
like
you",
kapan saja ketika suami saya sudah mulai melampaui batas
kesibukannya. Ternyata cukup manjur. "Lutfi ... ayo kita kasih makan
kelinci," katanya kepada anak kami yang berusia 3 tahun.
Prinsip diatas dapat kita terapkan dalam kehidupan kita sehari
hari maupun dalam tugas kerja kita mengembangkan manusia yang menjadi
tanggung jawab kita ataupun bawahan kita.
Apabila kita mempunyai bawahan dengan kwalitas kerja yang kurang
atau dibawah standard maka...... sadarlah bahwa kejadian ini mungkin
merupakan refleksi atau bentukan dari diri kita sendiri jadi jangan
salahkan mereka.... jangan mem-"vonis" mereka tapi coba cari titik
awal
timbulnya masalah, dan coba introspeksi.
SEMOGA INI BERMANFAAT UNTUK KITA SEMUA.
.
0 comments:
Posting Komentar